Minggu, 03 September 2017

MAKALAH PILKADA DI INDONESIA (Studi Kasus Pilkada di Provinsi Banten Tahun 2006, 2011 dan 2017)



MAKALAH
PILKADA DI INDONESIA
(Studi Kasus Pilkada di Provinsi Banten Tahun 2006, 2011 dan 2017)
Untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah politik lokal


Dosen pengampu :
Abdul Hamid, Ph.D

Penyusun :
ANGGA ROSIDIN (6670150003)
NOVAN HERMAWAN (6670150054)
SITI KHOLISOH AHYANI (6670150066)

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2017



BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemilihan langsung kepala daerah (pilkada langsung) merupakan kerangka kelembagaan baru dalam rangka mewujudkan proses demokratisasi di daerah. Proses ini diharapkan bisa  mereduksi secara luas adanya pembajakan kekuasaan yangdilakukan oleh partai politik yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Selain itu, pilkada secara langsung juga diharapkan bisa menghasilkan kepala daerah yang memiliki akuntabilitas lebih tinggi kepada rakyat.  Meskipun makna langsung di sini lebih berfokus pada hak rakyat untuk memilih kepala daerah, para calon kepala daerah lebih banyak ditentukan oleh partai politik. Belakangan calon perseorangan memang dimungkinkan dalam pilkada, namun hal tersebut tidak begitu saja mampu mengesampingkan posisi dan peran partai politik di dalam pilkada langsung.
Pilkada langsung di Indonesia sendiri dilaksanakan sejak Juni 2005. Pelaksana pilkada langsung tersebut sebelumnya didahului keberhasilan pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 2004. Penyelenggaraan pilkada langsung diintrodusir di dalam Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan UU hasil revisi atas UU No. 22 Tahun 1999 mengenaisubstansi yang sama. Semangat yang muncul dari pelaksanaan pilkada langsung di antaranya adalah untuk mengembalikan hak-hak politik rakyat yang selama ini dilakukan hanya melalui perwakilan mereka di DPRD. Pelaksanaan pilkada secara langsung juga sebagai upaya untuk memperbaiki kehidupan demokrasi setelah terjadi pergantian rezim Orde Baru ke reformasi. Dalam rangka itu, pilkada langsung juga sebagai ajang bagi daerah untuk menemukan calon-calon pemimpin daerah yang berintegritas dan bisa mengemban amanat rakyat. Pilkada langsung berpeluang mendorong majunya calon kepala daerah yang kredibel dan akseptabel dimata masyarakat daerah sekaligus menguatkan derajat legitimasinya. Dengan demikian, pilkada langsung dapat memperluas akses masyarakat lokal untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka. Artinya, masyarakat berkesempatan untuk terlibat mempengaruhi pembuatan kebijakan publik yang dilakukan kepala daerah sebagaimana janjinya saat kampanye dan ikut pula mengawasi kepala daerah jika menyalahgunakan kekuasaan sehingga proses ini dapat memaksa kepala daerah untuk tetap memperhatikan aspirasi rakyat.
Pilkada langsung merupakan terobosan politik yang signifikan dan berimplikasi cukup luas terhadap daerah dan masyarakatnya untuk mewujudkan demokratisasi di tingkat lokal. Karena itu, pilkada langsung merupakan proses penguatan dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) serta upaya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan efektif. Pada dasarnya, pilkada langsung merupakan daulat rakyat sebagai salah satu realisasi prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsipprinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Yang dimaksud di sini adalah para calon lebih banyak ditentukan oleh elite partai atau perlunya sebuah persetujuan dari petinggi partai politik untuk bisa menjadi calon partai yang bersangkutan.
Dalam konteks tersebut, pilkada langsung memiliki urgensi terhadap upaya memperbaiki kualitas kehidupan demokrasi. Alasannya, seperti diungkapkan Haris pertama, pilkada langsung diperlukan untuk memutus mata rantai oligarki partai yang harus diakui cenderung mewarnai kehidupan partai di DPRD. Artinya pilkada langsung diperlukan untuk memutus mata rantai politisasi atas aspirasi publik yang cenderung dilakukan partai-partai dan para politisi partai. Kedua, pilkada langsung diperlukan untuk meningkatkan kualitas akuntabilitas para elite politik lokal, termasuk kepala daerah. Sebelum pilkada langsung, kepala daerah cenderung menciptakan ketergantungan terhadap DPRD, sehingga ia lebih bertanggung jawab kepada DPRD daripada kepada rakyat. Ketiga, pilkada langsung diperlukan untuk menciptakan stabilitas politik dan pemerintahan di tingkat lokal. Pemberhentian atau pencopotan di tengah masa jabatan kerap berdampak pada munculnya gejolak politik lokal. Diharapkan dengan pilkada langsung mereka yang terpilih bisa menjabat selama lima tahun. Keempat, pilkada langsung kepala daerah akan memperkuat dan meningkatkan kualitas seleksi kepemimpinan nasional karena makin terbuka peluang munculnya pemimpin nasional yang muncul dari bawah atau daerah. Kelima, pilkada secara langsung bisa lebih meningkatkan kualitas keterwakilan (representativeness) karena masyarakat dapat menentukan siapa yang akan menjadi pemimpinnya di tingkat lokal.
Pilkada merupakan salah satu pesta demokrasi di Indonesia yang dilakukan di sebuah propinsi. Pesta demokrasi tersebut acap kali didengar dalam pemberitaan di media massa baik lokal maupun nasional sering berdampak negatif atau terjadi konflik. Konflik terjadi diantara para pendukung calon kepala daerah tersebut yang memang dikenal sangat fanatik. Pilkada sebagai kendaraan demokrasi sebenarnya dirancang untuk mentransformasikan sifat konflik yang terjadi di masyarakat. Pilkada berupaya mengarahkan agar konflik tidak meluas menjadi kekerasan pada kenyataannya seringkali jauh dari apa yang diharapkan. Pilkada yang dirancang justru menjadi ajang baru timbulnya konflik kekerasan antar pendukung calon kepala daerah. Indonesia menganut sistem pemerintahan Demokrasi. Salah satu perwujudan dari digunakannya sistem demokrasi di Indonesia adalah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung. Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut dengan Pilkada merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Provinsi dan atau Kabupaten/Kota dimana pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur untuk Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk Kabupaten, dan Walikota dan Wakil Walikota untuk kota. Setelah suksesnya Pemilu tahun 2004, mulai bulan Juni 2005 lalu di 226 daerah meliputi 11 propinsi serta 215 kabupaten dan kota, diadakan Pilkada untuk memilih para pemimpin daerahnya. Kesadaran akan pentingnya demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran serta rakyat Indonesia dalam melaksanakan Pemilihan Umum baik yang dilaksakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tidak seperti tahun tahun yang dahulu yang menggunakan perwakilan dari partai. Pilkada secara langsung merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Latar belakang diadakannya pilkada yaitu merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat, karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, kepala desa telah dilakukan secara langsung. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi politik bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.  Namun tidak dipungkiri masih banyak daerah yang mengalami kegagalan dalam pelaksanaan Pilkada hal tersebut dibuktikan dengan seringakali adanya gugatan dari para peserta Pilkada yang tidak menang dan merasa dirugikan.
Dalam pembahasan pilkada di Indonesia Banten sudah beberapa pakar politik untuk meneliti tentang fenomena yang terjadi baik itu formal maupun informal dalam mencari datanya. Tak bisa dipungkiri provinsi Banten sebagai provinsi baru sudah menjadi bahan perbincangan nasional baik itu prestasi atau sebuah keburukan. Di prestasi mungkin bisa dikatakan bahwa kepemimpinan provinsi di Indonesia yang dipegang oleh wanita adalah provinsi Banten. Juga gubernur yang selalu korupsi disetiap dekade kepemimpinan adalah provinsi Banten. Perlu diketahui sejak berdirinya provinsi Banten sampai sekarang semua proses pilkadanya dikendalikan oleh dinasti jawara yaitu keluarga H. Chasan Shohib yaitu ayahanda Ibu Ratu Atut Chosiyah. Banyak juga para peneliti yang profesinal mengulik tentang perpolitikan Banten. Karena lahirnya babak baru perpolitikan Banten dari pilkada pertama yang dimenangkan oleh Ratu Atut Chasiah. Hanya berganti wakil saja setiap pemilihan. Dan dielemen bawahpun semua keluarga dinasti Atut mendapatkan kursi kepemimpinan baik di kepala daerah kabupaten/kota ataupun DPRD kabupaten/kota. Hal ini menarik bahwa jika pahami lebih dalam bahwa apa pentingnya pemilu secara langsung diadakan sedangkan yang menjadi pemenang adalah dinasti Atut untuk di Provinsi Banten. Makalah ini menkaji hal tersebut untuk dipahami secara empiris dan rasionalis karena hal ini menjadi sebuah permasalahan klasik di provinsi Banten yang tak terselesaikan.


1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini  adalah sebagai berikut.
1.      Apa yang menjadi dasar dan alasan pemilihan umum dilaksanakan secara langsung?
2.      Bagaimana pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang berbasiskan nilai-nilai pada Pancasila?
3.      Bagaimana proses pilkada di Provinsi Banten selama ini?
4.      Apa yang menjadi faktor dari permasalahan yang terjadi pada pilkada Provinsi Banten?
1.3. Kerangka Konseptual
Pendalaman demokrasi seperti diungkap Reuschmeyer (1992) adalah suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktik demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. Pendalaman demokrasi menurut Fung dan Olin-Wright (2003) juga diperlukan untuk memenuhi gagasan sentral mengenai demokrasi politik yang meliputi beberapa hal penting, seperti pemberian fasilitas kepada masyarakat agar mereka terlibat dalam politik: mendorong terjadinya konsensus politik melalui dialog, merealisasikan kebijakan publik yang dapat menciptakan efektivitas ekonomi dan masyarakat yang sehat, dan memberikan proteksi agar warga negara juga menikmati kekayaan negara. Dengan demikian akan memungkinkan banyak orang terlibat dalam proses kebijakan di pemerintahan lokal. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa dalam pemerintahan lokal potensi warga tidak hanya dalam keterlibatan di pemilu lokal atau duduknya di parlemen, lebih jauh adalah keterlibatan aktif warganya secara lebih luas. Munculnya perhatian terhadap transisi demokrasi di daerah itu menurut Brian C Smith (1998) berangkat dari suatu keyakinan bahwa demokrasi di daerah merupakan prasyarat bagi munculnya demokrasi di tingkat nasional. Asumsi ini berangkat bahwa ketika terdapat perbaikan kualitas demokrasi di daerah, secara otomatis bisa diartikan sebagai adanya perbaikan kualitas demokrasi di tingkat nasional. Beberapa alasannya antara lain, demokrasi pemerintahan di daerah merupakan suatu ajang pendidikan politik yang relevan bagi warga negara di dalam suatu masyarakat yang demokratis. Artinya, terdapat unsur proximity bahwa pemerintah daerah merupakan bagian dari pemerintah yang langsung berinteraksi dengan masyarakat ketika proses demokratisasi berlangsung. Tidak hanya itu, pemerintah daerah seperti dikatakan Larry Diamond (1999), memiliki peran yang cukup penting dalam mempercepat vitalitasdemokrasi. Diamond memberikan sejumlah alasan bahwa pemerintah daerah dapat membantu mengembangkan nilai-nilai dan keterampilan berdemokrasi di kalangan warganya. Pemerintah daerah juga dapat meningkatkan akuntabilitas dan pertanggungjawaban kepada berbagai kepentingan yang ada di daerah. Selain itu, pemerintah daerah dapat menyediakan saluran dan akses tambahan terhadap kelompok – kelompok yang secara historis termarginalisasi. Ketika hal ini terpenuhi, terdapat kecenderungan adanya tingkat keterwakilan demokrasi yang lebih baik. Ujungnya, pemerintah daerah bisa mendorong terwujudnya checks and balances didalam kekuasaan. Merujuk Diamond dalam Developing Democracy Toward Consolidation (2003), seperti dicatat Sahdan, pilkada lebih jauh dilihat sebagai ruang bagi developing democrary. Pembangunan demokrasi di sini mencakup penguatan masyarakat publik (political society), penguatan masyarakat ekonomi (economic society) dan penguatan masyarakat budaya (cultural society). Pembangunan demokrasi juga mencakup penguatan dan engagement masyarakat sipil (voice, access and control), birokrasi yang netral, provisional dan usable, penguatan rule of law, serta institusionlasasi ekonomi dan politik. Goran Hayden dalam Governance and Politics in Africa (1992) juga melihat pilkada sebagai arena untuk menciptakan local good goovernance. Penciptaan tatanan pemerintahan lokal yang baik ini kemudian mencakup tiga dimensi dari governance, yaitu dimensi aktor, struktur, dan dimensi empiris. Pada dimensi aktor, pilkada hendak menekankan pentingnya kekuasaan, kewenangan, resiprositas antara rakyat dan pemimpin serta pergantian kekuasaan. Dengan pilkada maka tidak ada lagi kekuasaan yang terpusat dan tersentral di tangan segelintir orang dan kekuasaan yang diperoleh memiliki legitimasi yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan. Sementara dimensi struktur, menekankan pentingnya sikap kesukarelaan (compliance), kepercayaan (trust), akuntabilitas (accountability) dan inovasi (innovation). Struktur dan lingkungan politik lokal, menurut Hayden seperti dijelaskan Sahdan, harus mampu memberikan akses dan kesempatan yang sama kepada semua orang untuk menjadi pemimpin. Sedangkan dimensi empirik menekankan pentingnya peran warga negara, kepemimpinan yang responsif dan bertanggungjawab, serta resiprositas sosial. Untuk mengukur peran warga dapat dilihat dari tingkat partisipasi politik, pemahaman terhadap agregasi kepentingan, dan pertanggungjawaban publik. Sementara untuk mengukur kepemimpinan responsif dapat dilihat dari tingkat pemahaman terhadap arena publik (public realm), tingkat keterbukaan kebijakan publik, dan tingkat ketaatan terhadap hukum. Esensi demokrasi adalah partisipasi politik. Penentuan pejabat politik adalah bagian dari partisipasi politik. Pemilihan pejabat politik secara langsung lebih demokratis dibandingkan melalui mekanisme perwakila. Dalam konteks itu pemilihan secara langsung kepala daerah pada gilirannya akan meningkatkan kualitas keterwakilan karena masyarakat menentukan pemimpinnya sensiri. Ketelibatan masyarakat secara langsung dalam proses pemilihan kepala daerah ini pada gilirannya nanti akan memperkuat legitimasi kepala daerah. Namun demokratisasi ditingkat lokal tersebut mendapat tantangan dalam pelaksanannya. Terdapat sejumlah konflik. Dibeberapa daerah. (Lili Romli, 2007)

Bagian Kedelapan
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Paragraf Kesatu
Pemilihan
Pasal 56
(1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
(2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Pasal 57
(1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada DPRD.
(3) Dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, dibentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang keanggotaannya terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat.
(4) Anggota panitia pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah 5 (lima) orang untuk provinsi, 5 (lima) orang untuk kabupaten/kota dan 3 (tiga) orang untuk kecamatan.
(5) Panitia pengawas kecamatan diusulkan oleh panitia pengawas kabupaten/kota untuk ditetapkan oleh DPRD.
(6) Dalam hal tidak didapatkan unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3), panitia pengawas kabupaten/kota/kecamatan dapat diisi oleh unsur yang lainnya.
(7) Panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada DPRD dan berkewajiban menyampaikan laporannya.
Pasal 58
Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;
c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat;
d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih;
g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;
i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara.
k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
l. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak;
n. menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri;
o. belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan
p. tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah.
















BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Dasar Serta Alasan Masyarakat Agar Pemilihan Kepala Daerah Dilaksanakan Secara Langsung
Electoral reform atau pembaharuan tata pemilihan telah mulai berlangsung sejak tahun 1999, yaitu dengan dilakukannya Pemilu yang paling demokratis dan adil sejak lima puluh tahun terakhir. Pemilu itu memang telah menghasilkan dilahirkannya kepemimpinan yang ideal yang baru, meskipun secara umum masih jauh dari ideal. Pemilu yang mengharuskan rakyat memilih Partai Politik merupakan salah satu hambatan terbesar dalam mengupayakan perbaikan akuntabilitas kepempinan nasional. Wakil-wakil dari partai yang menduduki kursi kepresidenan dan jabatan-jabatan politik lain tidak mampu mendapatkan justifikasi dan legitimasi sebagai wakil rakyat. Sebab pada kenyataanya memang mereka dipilih oleh partai. Maka sering dikatakan bahwa para pejabat politik lebih merupakan wakil partai dari pada wakil rakyat. Apakah sistem pemilihan tidak langsung dan langsung merupakan alasan utama dari buruknya mutu keterwakilan di Indonesia? Mungkin secara umum-teoritis dapat dikatakan bahwa sistem pemilihan adalah sama saja, sejauh kepentingan dan aspirasi rakyat dipentingkan dan diperhatikan oleh para pejabat politik (Agung Djokosoekerto:2003)
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung merupaka suatu kebutuhan untuk mengoreksi terjadinya penyimpangan penerapan otonomi daerah yang ditunjukan para elit ditingkat lokal. Asumsi bahwa otonomi daerah akan lebih meningkatkan kualitas pelayanan publik, dalam banyak kasus ternyata hanya janji kosong yang tidak terbukti kebenaranya. Yang terlihat justru maraknya perilaku elit lokal baik dari kalangan pemerintah maupun DPRD yang mempertontonkan semangat mengeruk keuntungan pribadi dengan mengabaikan pandangan dan kritik masyarakat luas. Situasi ini salah satunya disebabkan oleh pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh DPRD.(Lili Hasanudin:2003)
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung harus dimasukan dalam kerangka besar untuk mewujudkan pemerintahan lokal yang demokratis. Setidaknya ada tiga alasan pokok mengapa pemilihan Kepala Daerah secara langsung harus dikaitkan dengan pemerintahan lokal yang demokratis. Pertama, pemerintahan lokal yang demokratis membuka ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik ditingkat lokal (political equality). Kedua, pemerintahan lokal yang demokratis mengedepankan pelayanan kepada kepentingan publik (local accountability). Ketiga, pemerintahan lokal yang demokratis meningkatkan akselerasi pembangunan sosial ekonomi yang berbasis pada kebutuhan masyarakat setempat (local responsiveness). Ketiga hal tersebut menjadi acuan pokok dalam upaya menggulirkan wacana pemilhan langsung agar arah pengembangannnya memiliki sandaran yang kokoh.
Menurut Bambang Widjojanto (2003), setidaknya ada tiga hal penting yang menjadi dasar serta alasan utama desakan masyarakat agar pemilihan kepala daerah secara langsung :
a. Pertama, masyarakat menginginkan agar kepala daerah lebih akuntabel kepada rakyat pemilihnya dan bukan pada fraksi dari partai politik yang memilhnya atau pejabat pemerintahan lain yang ikut menentukan hasil pemilihan itu;
b. Kedua, rakyat menghendaki agar kepala daerah lebih berorientasi pada kepentingan rakyat pemilihnya. Rakyat pemilih kelak akan dapat menentukan sendiri, apakah Kepala Daerah tertentu dapat dipilih kembali untuk masa jabatan kedua;
c. Ketiga, pemilihan langsung akan membuat basis tanggung jawab Kepala Daerah untuk berpucuk kepada para pemilih sejatinya bukan hanya kepada interest politik dari kekuatan partai politik saja.
Sejak dilakukannya perubahan UUD 1945, sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan. Salah satu dampak dari perubahan tersebut adalah perubahan sistem pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang dilakukan secara langsung. Perubahan ini penting untuk meletakan kembali kedaulatan berada ditangan rakyat, sehingga rakyat daerah khususnya memiliki peran dan kesempatan terlibat dalam pengambilan keputusan-keputusan di bidang penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perubahan ini tidak terlepas dari perubahan kehidupan masyarakat yang mulai demokratis.
Pemilihan umum merupakan wujud kebebasan masyarakat dan rasionalitas individu untuk memilih pemimpinnya. Hal ini memiliki korelasi dengan pembentukan pemerintahan daerah sebagai bentuk rasionalitas masyarakat daerah yang diwujudkan melalui pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung. Tujuan diadakannya pilkada langsung adalah untuk membentuk pemerintahan yang kuat berdasarkan pilihan dan legitimasi dari rakyat.
Pilkada langsung adalah wujud nyata dari pembentukan demokratisasi di daerah. Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah dipilh dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pengajuan pasangan calon Kepala Daerah bisa dilakukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dengan persyaratan tertentu dan/atau dari calon perseorangan dengan persyaratan tertentu pula. Dibutuhkan suatu pilihan yang tepat oleh rakyat terhadap pasangan Kepala Daerah sehingga dapat dihasilkan pasangan Kepala Daerah yang memiliki visi meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah.
2.2. Pelaksanaan Pilkada Langsung di Indonesia
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 dijalankan berdasarkan prinsip Otonomi Daerah. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan kenaekaragaman daerah. Sebagai upaya menghadapi perkembangan keadaan , baik didalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaataan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.(Soedarsono:123)
UUD 1945 khususnya dalam pasal 1 ayat (2), menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Hal tersebut berarti bahwa kedaulatan tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut ketentuan UUD. Ketentuan ini menimbulkan konsekuensi terhadap perubahan beberapa peraturan perundang-undangan dibidang politik dan pemerintahan. Wujud nyata kedaulatan rakyat diantaranya adalah dalam Pemilihan Umum baik memilih anggota DPR, DPD, DPRD maupun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat yang dilaksanakan menurut Undang-Undang. Hal ini merupakan perwujudan negara yang berdasarkan atas hukum dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena itu pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah juga dapat dilaksanakan secara langsung oleh rakyat.

2.3. Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Berbasis Pancasila
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung dan tidak langsung memiliki legitimasi yuridis konstitusional dan empirik. Pemilu bukan karakter yang tunggal, bukan mekamnisme sederhana akuntabilitas publik atau penjaminan kontrol politik. Menurut heywood pemilu adalah “ jalan dua arah” yang disediakan untuk pemerintah dan rakyat, elit dan massa dengan kesempatan untuk saling mempengaruhi. Pemilu adalah “ jalan dua arah” seperti yang ada pada semua saluran komunikasi politik (Sigit Pamungkas : 2009).  Agar pelaksaan lebih efisien, model sistem Pilkada harus berdasarkan asas demokrasi dan nilai-nilai pancasila. Demokrasi Pancasila menyerukan pembuatan keputusan melalui musyawarah mencapai mufakat. Ini adalah demokrasi yang menghidupkan prinsip-prinsip Pancasila. Hal ini mengimplikasikan bahwa hak demokrasi harus selalu diiringi dengan sebuah kesadaran bertanggungjawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinan beragama masing-masing, dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan ke atas harkat dan martabat manusia, serta memperhatikan penguatan dan pelestarian kesatuan nasional untuk menuju keadilan sosial. Tawaran tentang jalan tengah penyelesaian tarik menarik antara Pilkada langsung dan melalui DPRD disampaikan oleh Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada, Selasa (23/9/2014). Usulan tersebut yang disarikan dari diskusi kelompok ahli khusus membahas tentang Pemilihan Kepala Daerah Berbasis Pancasila ( pikiran rakyat:2014).
Kepala Pusat Studi Pancasila ”Sudjito” menyatakan Pusat Studi Pancasila tidak bermaksud memihak kelompok yang mengusung Pilkada langsung dan Pilkada melalui DPRD. Dari hasil kajian, terjadi pereduksian nilai dalam pemilihan Kepala Daerah langsung maupun tidak langsung karena pelaksanaan Undang-Undang tentang pemilihan kepala daerah melupakan dimensi moralitas perundang-undangan atau tidak dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Undang-Undang Pilkada efektif atau tidak, tergantung seberapa besar pelaksanaannya dibarengi dengan nilai-nilai moralitas atau nilai-nilai Pancasila.
Tim Ahli Pusat Studi Pancasila ”Muhammad Jazir” menyatakan pelaksanaan demokrasi di Indonesia selama ini tidak bersifat asimetris, tidak mutlak berbasis satu sistem. Undang-Undang mengamanatkan pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota secara langsung, pelaksanaannya tidak semua daerah melaksanaan sistem teresebut. Contoh, DI Yogyakarta tidak melaksanakan pemilihan gubernur, DKI Jakarta tidak memilih langsung Bupati/Walikota, hanya memilih langsung Gubernur.
Berdasarkan pengalaman empiris yang memiliki legitimasi yuridis tersebut, Pusat Studi Pancasila mengusulkan sistem pemilihan Kepala Daerah tidak tunggal, langsung saja atau melalui DPRD saja. Sistem Pilkada tidak satu model untuk seluruh Indonesia. Daerah mana yang bisa melaksanakan Pilkada langsung, daerah mana yang harus melaksanakan Pilkada melalui DPRD, itu bisa dipetakan dan dicantumkan dalam UU Pilkada. Daerah yang secara sosial rawan konflik, ekonomi daerah tidak memadai, rentan dengan krisis politik, Pilkada tidak langsung lebih efektif. Uang biaya Pilkada yang besar lebih baik disalurkan untuk kesejahteraan rakyat, sementaara Pilkada cukup melalui DPRD. Daerah mana yang bisa diterapkan seperti itu, kita harus melakukan pemetaan usai Undang-Undang mengakomodasi dan melegitimasi sistem pelaksanaan demokrasi yang berdasarkan nilai nilai Pancasila.
2.4. Prosesi pilkada di Provinsi Banten
2.4.1. Prosesi pilkada di Provinsi Banten Tahun 2006
Pilkada Banten pertama kali dilakukan pada tahun 2006 dengan dimenangkan oleh pasangan Ratu Atut Chosyiah dan Masduki. Dimana sebelumnya Ratu Atut Chosyiah sudah menjadi wakil gubernur bersama Joko Munandar. Dalam kemenangan ini Ratu Atut Chosyiah menjadi gubernur pertama di Indonesia dari kaum wanita. Hal ini menjadi kebanggan bagi rakyat Banten. Namun dibalik itu semua sudah ada agenda bahwa keluarga Chasan Shohib sudah menyiapkan Banten untuk dijadikan tempat kekuasaan penuh oleh keluarganya secara nyata. Hal ini menjadi sebuah wacana besar di Banten. Dari lahirnya wacana tersebut keluarga dinasti membuat sebuah simbol kekuasaan dengan simbol jawara. Dalam terjemahan orang Banten jawara adalah orang kuat yang ditakuti oleh masyarakat Banten. Hal ini adalah moment kebangkitan keluarga Chasan Shohib dan sangat masif untuk jangka panjang. Karena awal disini, menjadikan beberapa kepala daerah di kabupaten /kota dari keluarga dinasti. Namun dari hasil kemenangan ini terdapat sebuah gugatan dari lawan Atut – Masduki.
“Dalam surat permohonan keberatan tersebut, pihak Irsjad-Daniri mengajukan keberatan terhadap Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Banten dan kepada Presiden Republik Indonesia sebagai termohon dan turut termohon. Dalam tuntutannya, mereka menyatakan, keputusan KPU Provinsi Banten Nomor 25/KEP-KPUD/2006 tertanggal 6 Desember 2006 tentang penetapan pasangan calon terpilih pada Pemilihan Gubernur Banten 2006 dinyatakan tidak sah menurut hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”. Selanjutnya  "Berdasarkan PP 6 tahun 2004 pasal 89 ayat 2 bahwa penyerahan hasil pleno penetapan pasangan calon terpilih dan hasil penghitungan suara diserahkan kepada DPRD setelah tiga hari, dan tidak ditentukan apakah hari libur atau hari kerja," kata Indra Abidin, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pencalonan KPUD Banten. Namun demikian, DPRD Banten belum bisa menerima secara resmi hasil pleno KPUD Banten pada tanggal 6 Desember 2006 dengan alasan penyerahan tersebut secara resmi akan dilaksanakan pada tanggal 26 Desember 2006”. (ANTARA News, 2006)

            Dari berita diatas terdapat sebuah inti permasalahan kemenangan Ratu Atut – Masduki digugat oleh  calon gubernur yang kalah Irsjad-Daniri. Kekalahan ini menjadi sebuah ketidak puasan bagi calon yang kalah. Karena pada pemilu ini calon Irsjad-Daniri mengatakan bahwa ada terjadi sebuah kecurangan. Trus bagaimana dengan calon yang menang. Tentu hal ini adalah sebuah pencapaian terbaik mereka. Karena mereka sudah mengagendakan untuk mendirikan dinasti Banten. Namun jika dilihat dari permasalahan pilkada Banten tahun 2006 di gugat apakah pilkada tahun 2012  pun sama? Tentu pertanyaan ini bisa dilihat dalam pembahasan berikutnya.
































2.4.2. Pilkada di Provinsi Banten tahun 2011
            Tak hanya pilkada pada tahun 2006 saja yang di gugat. Pada tahun 2012 juga sama saja, malahan gugatan datang dari semua lawannya. Semua lawannya yaitu Wahidin Halim-Irna Narulita, Jazuli Juwaini-Makmun Muzakki, dan Dwi Jatmiko-Tjejep Mulyadinata. Mereka semua menggugat bahwa kemenangan Atut – Rano didasari atas kecurangan yang nyata. Bahkan semua calon juga sangat menolak akan kekuatan dinasti Atut. Sangat tak bisa dipungkiri kekuatan Atut dalam kemenangannya tak terkalahkan walaupun lawannya ada 4 pasangan calon yang sama - sama kuat. Terlihat dalam  berita online dibawah ini.
“ November lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa Pemilukada Banten yang diajukan tiga pasangan calon gubernur-wagub Banten, yakni Wahidin Halim-Irna Narulita, Jazuli Juwaini-Makmun Muzakki, dan Dwi Jatmiko-Tjejep Mulyadinata.
Menurut Hadi (kuasa hukum Dwi Jatmiko-Tjejep Mulyadinata), dengan adanya putusan yang menunjukan adanya cacat hukum dalam proses pilkada Banten 2011 lalu, pihaknya mengharapkan KPUD Banten menggelar pilkada ulang.” (Wisnu Wage Pamungkas, 2012)

            Terbukti bahwa dalam pilkada Banten tahun 2011 telihat sangatlah panas. Karena pada saat pilkada saat ini calon petahana yaitu Ratu Atut Chosyiah menggandeng Rano Karno yang sebelumnya menjadi wakil bupati Tangerang. Tak hanya itu agar kekuatan dinastinya langgeng Atut menggandeng Rano dari Tangerang dan Atutpun berhasil memancing warga Tangerang menjadi pendukungnya. Dan itu menjadi kenyataan, karena pada dasarnya Tangerang Raya adalah kantongnya pendukung Wahidin – Irna. Strategi ini sangatlah ampuh yang dilakukan Atut dengan menggandeng Rano. Namun meskipun begitu kecurangan tetap dilakukan oleh Atut. Dan ini terbukti dengan semua calon melaporkan Atut ke MK meskipun hasilnya sia – sia. Tak ada perubahan dan pasangan Atut – Rano menang.























2.4.3. Pilkada di Provinsi Banten tahun 2017
Cerita lama terulang kembali dalam pilkada Banten. Tak hanya pada tahun 2006 dan 2011. Pada tahun 2017 pun gugatan kembali datang. Dalam pertarungan ini hanya terdapat dua calon yaitu Wahidin – Andhika dimana pasangan ini wakilnya yaitu Andhika Hazrumi adalah anak Atut ini membuktikan dinasti Atut di Banten sangatlah kuat. Dibandingkan lawannya Rano – Embay dia mengalami kekalahan meskipun Rano sebagai petahana wakil gubernur. Dalam proses pilkada di Banten pada tahun 2017 ini terjadi sebuah kerucarangan menurut pasangan Rano – Embay. Karena WH – Andhika hanya menang di Kab. Serang dan Kota Tangerang. Dan kemenangan ini sangat masif. Sedangkan daerah lain dimenangkan oleh Rano – Embay. Tak puas dengan kekalahan ini Rano – Embay membawa permasalah ini ke MK dengan bukti – bukti nyata di lapangan. Dan kami sangat menarik untuk analisis berita dibawah ini untuk prihal kemenangan pilkada 2017.
 “Pengamat Hukum Ismail Fahmi menegaskan jika dilihat dari hasil tersebut, maka bisa dipastikan bahwa pilgub Banten tidak bisa digugat ke Mahkamah Konsitusi (MK). "Saat ini ada bedanya 1,8 persen, jadi tak bisa dibawa ke MK. Selisih maksimal 1 persen adalah 1% x suara terbanyak yakni sekitar 24 ribuan. Dan faktanya selisihnya 80ribuan jadinya. Oleh karenanya permohonan pemohon bisa ditolak," kata Fahmi saat berbincangan dengan wartawan, Minggu (19/2) Ismail mendasarkan pendapatnya tersebut pada Pasal 158 ayat (1) dan (2) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dijelaskan di dalam ayat (1)” (RMOL. IHSAN DALIMUNTHE, 2017)
Dari berita diatas dengan perspektif politik bahwa sesuatu yang diluar undang – undang merupakan hal yang tak bisa dilakukan. Melihat itu semua, pasangan Rano – Embay sudah menyadari akan ditolaknya oleh MK. Dan pasangan WH – Andhika pun menyadari juga akan ditolak oleh MK. Tapi rasa penasaran Rano – Embay membuktikan bahwa mereka telah dicurangi dan dimanipulasi suaranya dikedua daerah tersebut. Karena mereka melihat jurang perbedaan suara yang berbeda jauh dan beberapa tim suksesnyapun melihat kecurang hal tersebut. Jika kita melihat teori Afan, panitia pengawas pelaksanaan pemilu Panitia ini merupakan lembaga yang independen, yang terdiri dari unsur masyarakat, tidak mengandung elemen dari masing – masing partai politik yang berkompetisi. Hal ini sangat perlu diadakan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi  dalam proses penyelenggaraan pemilu. Panwaslah ini ibaratnya sebuah “election judge”, seperti yang terdapat di amerika serikat, yang menentukan apakah terjadi pelanggaran atau tidak. (Afan Gaffar : 2005). Hal ini tidak untuk Banten. Namun kami menganalisa dengan metode empiris bahwa pada tahun 2006, 2011 gugatan pilkada Banten selalu ditolak. Dan bagi kelompok itu terbukti di pilkada 2017 dan yang menangpun dari keluarga dinasti yang menang meskipun sebagai wakil gubernur. Jika dilihat dari teori bahwa pilkada Banten jauh dari asas pancasila semua kemenangan diawali dengan kecurangan dan kekerabatan.

Sumber: http://ksp.go.id/menangkal-potensi-konflik-pilkada-serentak-2017/































2.5. Faktor dari permasalahan yang terjadi pada pilkada Provinsi Banten
            Dari hasil pembahasan di atas bahwa faktor masalah dalam pilkada Banten yaitu, dari setiap pilkada selalu hadir gugatan hal ini dikarenakan calon gubernur yang menang adalah dari keluarga yang sama juga kemenangan mereka dihasilkan dari kecurangan-kecurangan meskipun pada faktanya memang terjadi kecurangan namun sangat disayangkan ketika digugat ke MK dan hasil keputusan MK selalu menolak gugatan. Kelompok kami melihat ini sebuah fenomena yang sifatnya sering terjadi. Bagi kami inilah sebuah keseriusan pasangan calon gubernur yang kalah untuk memenuhi hak konstitusinya. Sungguh memang menerima kekalahan itu tidak mudah tetapi, kekalahan atas dasar kecurangan itu lebih menyakitkan. Itu terjadi pada tahun 2006 pada saat itu kemenangan Atut-Masduki digugat oleh Irsjad Djuwaeli dan Mas Ahmad Daniri selanjutnya pada tahun 2011 kemenangan Atut – Rano digugat Wahidin Halim-Irna Narulita, Jazuli Juwaini-Makmun Muzakki, dan Dwi Jatmiko-Tjejep Mulyadinata. Dan pada tahun 2017 pasangan Wahidin-Andhika digugat oleh Rano-Embay semua gugatan itu ditolak dan semua yang menolak membenci kemenangan dinasti. Sedangkan, dalam hal ini seharusnya ada sebuah upaya dari MK untuk membuat pilkada ulang seperti halnya dikabupaten Lebak. Faktor kecurangan dan faktor kekerabatan pada dinasti merupakan dasar kemenangan calon gubernur karena dinasti ini bermodalkan kelompok-kelompok jawara banten yang masuk dunia birokrasi dan hal ini sangat kuat untuk dilawan dan mungkin lawan diluar keluarga dinasti siap-siap menerima kekalahan jika ingin bertarung.





Tabel pelanggaran Pilkada Banten 
2006
2011
2017
·        Pemberian paket bahan pokok berupa 2 kilogram beras, 1 liter minyak goreng, dan lima bungkus mi instan
·        Curi start lebih dulu
·        politik uang
·         tidak netralnya birokrasi.
·        pengerahan massa birokrasi
·        ketidaknetralan KPPS dan kepala desa
·         Pembagian mi instan, sarung, dan sajadah yang terjadi di berbagai daerah
·        pemberian sumbangan Rp 10 juta kepada DKM Masjid At-Taubah
·        memanfaatkan APBD
·        Kampanye diluar Jadwal
·        APK tidak Sesuai Peraturan Paslon
·        Money Politics
·        Netralitas/Keterlibatan
·        Iklan Layanan masyarakat yang masih ASN
·        Memasang foto paslon
·        Melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu
·        Double Job
·        Menguntungkan salah satu paslon Lainnya
·        Memihak kepada salah satu paslon

Tabel Perolehan hasil suara Pilkada Banten 2017
No
Nama Calon Gubernur
Hasil suara
1
Dr. H. Wahidin Halim, MSi dan H. Andika Hazrumy, S.Sos., M.AP
50,93%
2.406.132 suara
2
H. Rano Karno, S.IP dan H. Embay Mulya Syarief
49,07%
2.318.238 suara























BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
            Dari hasil pembahasan sebelumnya, kelompok kami menyimpulkan bahwa pilkada sangat sulit dilakukan secara baik sesuai dengan nilai demokrasi dan pancasila. Namun sudah terjadi pilkada langsung pun sudah menghasilkan nilai-nilai demokrasi. Untuk kelompok kami sendiri melihat lokusnya diprovinsi banten semua kegiatan politik dikuasai oleh keluarga dinasti yaitu keluarga Chasan Shohib. Kelompok kami melihat tidak ada gunanya pilkada di banten karena setiap kemenangan dikendalikan oleh dinasti. Terbukti mulai dari tahun 2006, 20011 dan tahun 2017 semuanya dimenangkan oleh keluarga dinasti. Sedangkan gugatan-gugatan yang dilayangkan oleh lawan tidak direspon MK. Kelompok kami melihat pilkada banten hanya sebatas buang-buang APBD dan hanya menjalankan prosedur demokrasi  karena yang menang rakyat banten sudah mengetahui siapa yang menang dan siapa yang kalah. Memang benar lahirnya otonomi daerah membawa efek negatif  yaitu lahirnya raja-raja kecil didaerah. Seperti halnya dinasti atut meskipun gonta ganti wakil tidak ada pengaruh karena kemenangan pasti sudah ada ditangan dan sekarang ditahun 2017 anaknya meneruskan ibunya karena masuk penjara yaitu Ratu Atut Chosiyah. Dan kata terakhir dinasti atut diprovinsi Banten tidak dapat diruntuhkan.
3.2. Saran
            Dari hasil kesimpulan di atas, kelompok kami memiliki saran bahwa KPU dan pihak yang berwenang agar segera menindaklanjuti kecurangan. Selain itu juga MK seharusnya memertimbangkan jauh lebih dalam setiap gugatan di pilkada provinsi Banten. Jika ini dilakukan terus menerus maka pilkada hanya menghabiskan Anggaran karena yang menang adalah dari keluarga dinasti terus - menerus. Dan jika ini dibiarkan terus menerus maka Banten tidak ada perubahan yang ada praktik KKN yang merajalela.
  



Daftrar Pustaka

Romli, Lili. 2007. PORET OTONOMI DAERAH DAN WAKIL RAKYAT DITINGKAT LOKAL. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Gaffar, Afan. 2005. POLITIK INDONESIA TRANSISI MENUJU DEMOKRASI. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Pamungkas, Sigit. 2009. PRIHAL PEMILU. Yogyakarta: Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL UGM
Jurnal. Abdul Hamid. Politisasi Birokrasi dalam Pilkada Banten 2006 Lab Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng TirtayasaJl. Raya Jakarta Km.4 Serang Banten, 42122. Telp/Faks. 0254 -20330/281254

Jurnal. PEMILIHAN LANGSUNG KEPALA DAERAH DI INDONESIA: BEBERAPA CATATAN KRITIS UNTUK PARTAI POLITIK DIRECT ELECTION FOR LOCAL LEADERS IN INDONESIA: SOME CRITICAL NOTES FOR POLITICAL PARTIES. Ridho Imawan Hanafi Alumnus Pascasarjana Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia E-mail: ridhoimawan@gmail.com Diterima: 22 Juli 2014; direvisi: 3 September 2014; disetujui: 25 Oktober 2014

Jurnal. Media Baru dan Fenomena Komunikasi Politik Pada Pemilukada di Provinsi Banten 2011 Afdal Makkuraga Putra afdalraga@yahoo.com

Jurnal. PELAKSANAAN PILKADA BERDASARKAN ASAS DEMOKRASI DAN NILAI-NILAI PANCASILA oleh  Wahyu Widodo

 Jurnal. Jurnal: Konflik Pilkada Dalam Era Demokrasi .Tsani Khoirur Rizal. ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Tanggapi Hasil Pilkada Banten, Irsjad-Daniri Sampaikan Keberatan ke MA Senin, 11 Desember 2006 18:50 WIB | 958 Views Serang (ANTARA News)

Sumber : Wisnu Wage Pamungkas. PILGUB BANTEN: Gugatan calon independen dikabulkan Februari 07/ 2012 19:03 WIB. Bandung.

Hasil Pilgub Banten Tak Bisa Digugat ke MK, Ini Alasannya Nusantara  SENIN, 20 FEBRUARI 2017 , 00:06:00 WIB | LAPORAN: IHSAN DALIMUNTHE Ilustrasi/Net. RMOL


(sumber:http://www.polmarkindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3130)
http://bawaslu-bantenprov.go.id/cp-pub/uploads/files/REKAPITULASI_PENANGAN_PELANGGARAN.pdf
https://pilkada2017.kpu.go.id/hasil/t1/banten

3 komentar:

  1. 1xBet Korean (2021) Review | Online Betting, Sportsbooks
    1xBet is deccasino a popular bookmaker in the kadangpintar Asian market. They are owned by Direx N.V. The company offers a very good 1xbet casino, sports betting, mobile app and

    BalasHapus
  2. What is the minimum deposit casino? - Casino Scoop
    Minimum deposit casinos are the minimum bet365 deposit casinos that accept Australian players. Most deposit bonuses 포커 게임 다운 for Australian players range 바카라 추천 사이트 from 아시아게이밍 $0.25 to 마틴 배팅 $5,

    BalasHapus